Aneh, Bukannya Memberi Uang, Ahok Malah Mengambil Uang Rakyat

Aneh, Bukannya Memberi Uang, Ahok Malah Mengambil Uang Rakyat

Penulis : Palti Hutabarat

Sebelumnya saya sudah menuliskan betapa fenomenalnya Ahok di DKI Jakarta. Ahok yang membuka layanan aduan warga DKI di Rumah Lembang disambut antusiasme warga yang ingin menyampaikan aduan dan berfoto dengan Aok. Hal yang sama yang dilakukannya sebelum cuti di Balai Kota. Lihat >>> http://ift.tt/2fRx3CD.

Selain fenomenal, AHok ini saya lihat berbeda cara berkampanyenya dengan 2 paslon lain. Jika paslon lain memakai cara berkampanye yang sama dan tidak ada perubahan dengan gaya kampanye calon Kepala Daerah sebelum-sebelumnya, maka Ahok menggunakan gaya kampanye yang berbeda. 

Rumah Lembang adalah salah satu perbedaannya dan yang paling aneh adalah kampanye AHok yang tidak memberi dan menjanjikan uang, malah mengambil uang rakyat. Edan memang Ahok ini.

"Saya enggak tahu jumlahnya sudah berapa, tapi sampai kemarin kami terus kumpulkan. Jadi ada makan siang bersama dan makan malam bersama," kata Ahok, di Rumah Lembang, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (14/11).

"Rata-rata mereka menyumbang dapat ada yang Rp 1 miliar, Rp 2 miliar. Ada juga yang Rp 500 juta juga aja sekali kumpul," kata Ahok.

Wow!! Betul-betul aneh Ahok ini. Lebih aneh lagi para pendukung Ahok ini. Bukannya minta uang kepada Ahok dan janji akan memberikan bantuan dana langsung ketika menjadi Gubernur, ini malah memberi uang kepada Ahok. Padahal, uang yang mereka berikan tersebut tidak akan dikembalikan Ahok. Lalu mengapa mereka memberikannya?? Pastlah bukan berharap dapat dana langsung, melainkan berharap bantuan tersebut direalisasikan menjadi pembangunan Jakarta baru yang bersih dari koruptor, pungli, dan sungai-sungai kotor.

Lalu bagaimana dengan paslon lain?? Seperti biasa, mereka menggoda warga dengan bantuan dana langsung.

Agus Harimurti seperti tidak bisa lepas dari bayang-bayang ayahnya, SBY. Hal ini tentu saja karena Agus belajar politik hanya dari SBY. Tidak ada tokoh lain yang dijadikan role model oleh Agus. Karena itu, tidak heran kita jika melihat Agus memberi janji akan menggelontorkan banyak dana langsung bagi warga. Inilah janji bantuan langsung yang diberikan Agus jika jadi Gubernur:


  1. Dana bergulir 50 juta per unit usaha untuk 20 ribu unit usaha baru. Alokasi dana 1 triliyun.
  2. BLS sebesar Rp5 juta per tahun untuk lebih dari 128 ribu kepala keluarga. Alokasi dana sebesar Rp650 triliun per tahun.
  3. Pemberdayaan Komunitas 1 Milyar per RW. Alokasi dana lebih dari 2 Triliyun.


Lalu bagaimana dengan pasangan Anies – Sandiaga?? Mereka pun tidak mau kalah dan memberi janji dana segar bagi warga DKI. Tidak lupa juga dengan program unggulan sang mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies, KJP Plus (bukan plus-plus yah..). Berikut janji dana mereka:

  1. KJP Plus. Anggarannya belum dijelaskan.
  2. BLT selama 6 bulan. Anggaran belum jelas.
  3. Modal kerja berbasis Syariah. Anggaran belum jelas.
  4. Meningkatkan kesejahteraan Pasukan Orange. Anggaran belum jelas.

Saya pikir ke depan 2 pasangan ini akan terus menggaungkan program-program mereka yang akan sangat memanjakan (bukan mensejahterakan) warga Jakarta. Hal yang berbeda dengan dilakukan Ahok. Ahok malah meminta uang kepada rakyat ketika mengadakan jamuan makan siang dan makan malam. Parah banget nih Cagub.

Masih melekat kepada kita bahwa politik uang adalah senjata utama dalam kampanye politik. Memberikan uang tunai untuk meraup uang bukanlah hal tabu dalam dunia politik kita. Bahkan, serangan fajar politik uang masih terjadi sehingga salah satu pasangan yang melakukannya bisa menang di detik-detik terakhir. Tetapi Ahok ini aneh menurut saya. Dia tidak memberikan uang selama masa kampanye, malah meminta uang dari rakyat.

Hal ini betul-betul mengubah cara berpolitik yang biasa diterapkan Indonesia. Dana gotong royong rakyat yang dilabeli "Kampanye Rakyat" menjadi kekuatan utamanya. Rakyat diminta partisipatif dalam proses Pilkada, tidak aktif dan disuap dengan uang seperti biasanya. Hal ini sebenarnya sedang mendeskripsikan bahwa rakyat yang memodali satu paslon berhak mengkritik dan menagih janji paslon tersebut. Sedangkan yang suaranya sudah dibeli dan digadai sebenarnya tidak punya hak menuntut lagi, karena suaranya sudah lunas dibayar.

Gaya politik Ahok ini membuat dirinya menjadi aneh dan berbeda dengan paslon lainnya. Kontrak politik bukan lagi persoalan kertas putih yang ditandatangani, melainkan juga sebuah ikatan pemodal (rakyat) kepada paslon yang menjadi CEO-nya. Dalam konsep ini, paslon tidak menjadi atasan rakyat, melainkan menjadi pegawai dan pelayan rakyat yang harus bekerja dan melayani rakyat yang adalah pemodalnya.

Jadi, rakyat Jakarta silahkan memilih mau menjadi pemodal (bisa bantuan 5 atau 10 ribu) untuk memodali salah satu paslon dan memperjuangkannya untuk menjadi kepala daerah. Atau memilih paslon yang mau memberikan uang 50 – 200 ribu untuk memilih mereka, tetapi tidak akan menganggap kita karena sudah membayar lunas hak kita. Saran saya, mari menjadi pemilih cerdas dan partisipatif.Sebelumnya saya sudah menuliskan betapa fenomenalnya Ahok di DKI Jakarta. Ahok yang membuka layanan aduan warga DKI di Rumah Lembang disambut antusiasme warga yang ingin menyampaikan aduan dan berfoto dengan Aok. Hal yang sama yang dilakukannya sebelum cuti di Balai Kota. Lihat >>> http://ift.tt/2fRx3CD.

Selain fenomenal, AHok ini saya lihat berbeda cara berkampanyenya dengan 2 paslon lain. Jika paslon lain memakai cara berkampanye yang sama dan tidak ada perubahan dengan gaya kampanye calon Kepala Daerah sebelum-sebelumnya, maka Ahok menggunakan gaya kampanye yang berbeda. Rumah Lembang adalah salah satu perbedaannya dan yang paling aneh adalah kampanye AHok yang tidak memberi dan menjanjikan uang, malah mengambil uang rakyat. Edan memang Ahok ini.

"Saya enggak tahu jumlahnya sudah berapa, tapi sampai kemarin kami terus kumpulkan. Jadi ada makan siang bersama dan makan malam bersama," kata Ahok, di Rumah Lembang, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (14/11/2016).

"Rata-rata mereka menyumbang dapat ada yang Rp 1 miliar, Rp 2 miliar. Ada juga yang Rp 500 juta juga aja sekali kumpul," kata Ahok.

Wow!! Betul-betul aneh Ahok ini. Lebih aneh lagi para pendukung Ahok ini. Bukannya minta uang kepada Ahok dan janji akan memberikan bantuan dana langsung ketika menjadi Gubernur, ini malah memberi uang kepada Ahok. Padahal, uang yang mereka berikan tersebut tidak akan dikembalikan Ahok. Lalu mengapa mereka memberikannya?? Pastlah bukan berharap dapat dana langsung, melainkan berharap bantuan tersebut direalisasikan menjadi pembangunan Jakarta baru yang bersih dari koruptor, pungli, dan sungai-sungai kotor.

Lalu bagaimana dengan paslon lain?? Seperti biasa, mereka menggoda warga dengan bantuan dana langsung.

Agus Harimurti seperti tidak bisa lepas dari bayang-bayang ayahnya, SBY. Hal ini tentu saja karena Agus belajar politik hanya dari SBY. Tidak ada tokoh lain yang dijadikan role model oleh Agus. Karena itu, tidak heran kita jika melihat Agus memberi janji akan menggelontorkan banyak dana langsung bagi warga. Inilah janji bantuan langsung yang diberikan Agus jika jadi Gubernur:


  1. Dana bergulir 50 juta per unit usaha untuk 20 ribu unit usaha baru. Alokasi dana 1 triliyun.
  2. BLS sebesar Rp5 juta per tahun untuk lebih dari 128 ribu kepala keluarga. Alokasi dana sebesar Rp650 triliun per tahun.
  3. Pemberdayaan Komunitas 1 Milyar per RW. Alokasi dana lebih dari 2 Triliyun.


Lalu bagaimana dengan pasangan Anies – Sandiaga?? Mereka pun tidak mau kalah dan memberi janji dana segar bagi warga DKI. Tidak lupa juga dengan program unggulan sang mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies, KJP Plus (bukan plus-plus yah..). Berikut janji dana mereka:



1. KJP Plus. Anggarannya belum dijelaskan.
2. BLT selama 6 bulan. Anggaran belum jelas.
3. Modal kerja berbasis Syariah. Anggaran belum jelas.
4. Meningkatkan kesejahteraan Pasukan Orange. Anggaran belum jelas.

Saya pikir ke depan 2 pasangan ini akan terus menggaungkan program-program mereka yang akan sangat memanjakan (bukan mensejahterakan) warga Jakarta. Hal yang berbeda dengan dilakukan Ahok. Ahok malah meminta uang kepada rakyat ketika mengadakan jamuan makan siang dan makan malam. Parah banget nih Cagub.

Masih melekat kepada kita bahwa politik uang adalah senjata utama dalam kampanye politik. Memberikan uang tunai untuk meraup uang bukanlah hal tabu dalam dunia politik kita. Bahkan, serangan fajar politik uang masih terjadi sehingga salah satu pasangan yang melakukannya bisa menang di detik-detik terakhir. Tetapi Ahok ini aneh menurut saya. Dia tidak memberikan uang selama masa kampanye, malah meminta uang dari rakyat.

Hal ini betul-betul mengubah cara berpolitik yang biasa diterapkan Indonesia. Dana gotong royong rakyat yang dilabeli "Kampanye Rakyat" menjadi kekuatan utamanya. Rakyat diminta partisipatif dalam proses Pilkada, tidak aktif dan disuap dengan uang seperti biasanya. Hal ini sebenarnya sedang mendeskripsikan bahwa rakyat yang memodali satu paslon berhak mengkritik dan menagih janji paslon tersebut. Sedangkan yang suaranya sudah dibeli dan digadai sebenarnya tidak punya hak menuntut lagi, karena suaranya sudah lunas dibayar.

Gaya politik Ahok ini membuat dirinya menjadi aneh dan berbeda dengan paslon lainnya. Kontrak politik bukan lagi persoalan kertas putih yang ditandatangani, melainkan juga sebuah ikatan pemodal (rakyat) kepada paslon yang menjadi CEO-nya. Dalam konsep ini, paslon tidak menjadi atasan rakyat, melainkan menjadi pegawai dan pelayan rakyat yang harus bekerja dan melayani rakyat yang adalah pemodalnya.

Jadi, rakyat Jakarta silahkan memilih mau menjadi pemodal (bisa bantuan 5 atau 10 ribu) untuk memodali salah satu paslon dan memperjuangkannya untuk menjadi kepala daerah. Atau memilih paslon yang mau memberikan uang 50 – 200 ribu untuk memilih mereka, tetapi tidak akan menganggap kita karena sudah membayar lunas hak kita. Saran saya, mari menjadi pemilih cerdas dan partisipatif.

Selengkapnya :
http://ift.tt/2eZy6CS

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :