Jakarta, infobreakingnews - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur Penegakan Hukum Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Dadang Suwarna, Rabu (14/12/2016).
Dadang diperiksa sebagai saksi atas kasus dugaan suap yang menyeret Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Handang Soekarno.
Selain Dadang, Penelaah Keberatan Direktorat Jenderal Pajak A. Rahman juga turut dipanggil.
Demi mendalami lebih jauh kasus yang menyeret Handang, KPK juga menjadwalkan meminta keterangan dari Kepala Kantor Penanaman Modal Asing 6 Direktorat Jenderal Pajak dan Account Representative Kantor Wilayah Jakarta Khusus Direktorat Jenderal Pajak Andriyanto Cahyadi.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi atas tersangka RRN (R. Rajamohanan Nair)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua tersangka. Mereka adalah Country Director PT E.K Prima Ekspor Indonesia, R. Rajamohanan Nair dan Handang.
Keduanya ditahan di Rumah Tahanan KPK. Handang akan ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK.
Sementara, Rajamohanan di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK yang berlokasi di Pomdam Jaya Guntur.
Handang dan Rajamohanan ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Springhill Residence, Kemayoran, Jakarta, Senin (21/11/2016) malam.
Keduanya ditangkap terkait dugaan suap sebesar Rp 6 miliar. Uang tersebut diduga untuk menghilangkan kewajiban pajak PT E.K Prima Ekspor Indonesia sebesar Rp 78 miliar.
KPK mengamankan uang sejumlah 148.500 dollar AS atau setara Rp 1,9 miliar. Adapun suap tersebut merupakan tahap pertama dari total Rp 6 miliar yang akan dibayarkan Rajamohanan kepada Handang.
Rajamohanan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf (a) dan huruf (b) dan Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, Handang disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) dan huruf (b) serta Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ***Ruben Ginting