DPRD DKI : " Ahok Beberkan Fakta Palsu Dalam Debat Cagub DKI"

PERAWANGPOS -- Mohamad Taufik, Wakil Ketua DPRD DKI, berkomentar tentang jalannya debat kandidat Cagub DKI yang digelar pada Jumat malam (27/01/2017) di Bidakara, Jakarta Selatan.

Ahok mengklaim bahwa Kompensasi Penambahan Koefisien  Lantai Bangunan (KLB) adalah kebijakan Diskresi yang tidak perlu diketahui DPRD DKI, mendapat sorotan dalam kacamata Taufik.

Taufik menegaskan, bahwa Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 175 Tahun 2015, tentang Pengenaan Kompensasi terhadap Pelampauan Nilai Koefisien Lantai Bangunan.

"Ahok jangan asal bunyi dan mengumbar kebohongan. Saya tegaskan, bahwa istilah kontribusi suka rela itu tidak ada. Karena semua ada hitungannya. Dan itu jelas diatur dalam Pergub," kata Taufik disela-sela Nobar debat kandidat Pilgub DKI, Cicurug, Menteng, Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2017).

"Tadi Ahok jelas bohong, yang ada ‎adalah kompensasi‎. Jadi, apa yang dilakukan Ahok selama ini tidak ada payung hukumnya," beber Taufik.

Kembali anggota DPRD DKI inimenegaskan agar Ahok tidak mengumbar data bohong dan memutarbalikkan fakta.

Apalagi materi debat yang ditayangkan pada Jumat malam tersebut sangat menentukan dan berpengaruh pada pemilih DKI yang masih bingung menentukan pilihan, tegas Taufik.

"Tolong suguhi warga dengan fakta apa adanya. Sehingga lewat debat ini warga Jakarta akan melihat siapa calon pemimpin yang benar-benar berkomitmen kepada kepentingan rakyat," ucap Taufik.

Diketahui bersama, selama ini Ahok kerap mengklaim soal KLB tersebut sebagai sebuah terobosan baru. Padahal kebijakan tersebut dilakukan tanpa pengawasan.

Kata Taufik ,"Kita ingin melihat ketaatan dalam tata kelola keuangan daerah."

Taufik menjelaskan bahwa kerja sama antara pemerintah dan pengembang harus transparan dan melalui tata kelola yang baik.

Dalam Pergub tersebut, pihak Pengembang yang ingin menambah KLB dimintai untuk memperhatikan fasilitas umum dan fasilitas sosial, jelas Taufik.

Begitu juga dengan Pembangunan fasilitas. Semua itu harus berdasarkan kebutuhan dari Pemprov DKI Jakarta. Tidak bisa tanpa pengawasan.

"Nah, sekarang pertanyaannya apakah ini tidak perlu dimasukkan ke mekanisme APBN atau APBD. Karena kalau kita bicara political budgeting APBD, semua juga kan harus dibahas dan disetujui bersama-sama dengan legislatif.

"Kalau tidak diawasi bagaimana? Siapa yang menjamin tidak ada penyimpangan disitu?," cetus Taufik.

Publik mengetahui bahwa Ahok dan Cawagub nomor urut 1 Syilviana Murni yang notabene sama-sama berlatar belakang Pejabat Pemprov DKI, sempat saling tuding perihal pengelolaan keuangan Pemda DKI. Bahkan disela-sela debat, Sylvi terlihat mengacungkan jempolnya ke arah bawah sembari tersenyum saat Ahok berbicara.

Di konfirmasi se usai debat, Sylvi berkata tindakan (jempol kearah bawah) tersebut dilakukannya sebagai bentuk kesedihan atas kebohongan Ahok.

"Saya sedih karena enggak sesuai kenyataan," ujar Sylvi usai debat di Hotel Bidakara, Jumat (27/1/2017).

Terkait Gestur jempol ke bawah itu, wartawan pun bertanya maksud dari "kenyataan"  yang diucap Sylvi dalam debat tersebut.

"Aku tahu soalnya. Aku kan orang dalem. Semua orang tahu kalau cuma bicara. Itu kan enggak masuk dalam APBD, langsung ke gubernur," jelas Sylvi.

Momen itu terjadi saat Sylvi melontarkan pertanyaan tajam kepada Ahok. "Saya tahu betul kalau bicara soal keuangan negara ada UU Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003. Semua alokasi dan pendapatan daerah masuk APBD dan dilakukan sinkronisasi dengan DPRD. Tapi saya melihat di sini bagaimana bisa dilaporkan dengan DPRD sementara harmonisasi eksekutif dan DPRD tidak terjadi," kata Sylvi.

"Yang perlu kita sikapi lagi semua uang masuk dulu apakah diskresi atau kebijakan-kebijakan, tapi yang pasti ini pertama harus ada harmonisasi DPRD tidak langsung diberikan ke asisten pembangunan. Ketika ada satu harus dibangun keluar dari sana, ini namanya non-budgeter dan ini tidak boleh di UU ini harus dipertanggungjawabkan dan DPRD harus mengetahui bukan one man show," kritik Sylvi.

Kritik Sylvi pun dijawab Ahok dengan bernada serangan balik. "Kadang-kadang sama-sama birokrat memang agak lucu," kata Ahok yang disambut tawa hadir.

Ahok merasa dirinya sangat menguasai kebijakan tersebut.

"Jadi ini semacam kerelaan, tidak ada kewajiban membayar, maka ada perjanjian kerelaan dan bisa membangun. Nilainya bukan uang, tapi barang dan pakai jasa penilai. Kalau itu salah ada temuan, kalau tidak ada temuan karena ini memang boleh. Birokrat yang lama ini saya mengerti walaupun sudah 23 tahun jadi pejabat UU tentang keuangan berbasis kinerja itu baru dilakukan sejak 2001 dan di seluruh Indonesia tahun 2006. Saya kuasai keuangan daerah berbasis kinerja jadi saya rasa kurang mempelajari keuangan daerah berbasis kinerja," kata Ahok.

Pernyataan penutup Ahok itu disambut acungan jempol ke bawah dan senyum dari Sylvi, tanda tidak setuju dengan klaim Ahok.

Sumber : TeropongSenayan

Subscribe to receive free email updates: