Jakarta, infobreakingnews - Perusahaan keluarga, Saidah Group terseret kasus dugaan suap proyek satelit monitor di Badan Keamanan Laut (Bakamla). Hal ini mencuat lantaran penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa bagian keuangan Saidah Group, Sriyati Mutiah, Jumat (13/1). Sriyati diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi penyidikan dengan tersangka mantan Deputi Informasi, Hukum dan Kerjasama Bakamla, Eko Susilo Hadi.
Jubir KPK, Febri Diansyah mengungkapkan tim penyidik telah mendapatkan informasi dan dokumen mengenai keterkaitan Sriyati dalam kasus ini. Namun, Febri enggan menjelaskan lebih jauh mengenai peran Sriyati maupun keterkaitan dengan Saidah Group dalam kasus ini.
"Saksi (Sriyati) dipanggil setelah penyidik menemukan informasi dan mempelajari dokumen terkait. Posisi saksi tidak dapat kami sampaikan, namun saksi (Sriyati) punya keterkaitan dengan indikasi tindak pidana suap," kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/1).
Saidah Group merupakan perusahaan keluarga Fahmi Dharmawansyah yang telah berstatus tersangka kasus ini. Selain itu KPK juga telah menetapkan dua anak buah Fahmi, yakni M Adami Okta dan Hardy Stefanus sebagai tersangka. Adami Okta sebelumnya merupakan Manajer Umum PT Gamlindo Nusa, pengelola Gedung Menara Saidah.
Febri mengakui, tim penyidik menemukan indikasi adanya aliran dana dari orang perorang maupun perusahaan terkait dugaan suap proyek ini. Tim penyidik, katanya, sedang mendalami orang maupun perusahaan yang menjadi sumber uang suap tersebut.
"Ada beberapa nama orang dan perusahaan yang penyidik sedang dalami pada perkara ini. Kami belum bisa sebutkan uang (suap) itu dari siapa dan perusahaan mana saja. Tapi, benar ada aliran dana dan proses aliran dana itu dicairkan untuk tujuan tertentu," ungkap Febri.
Diketahui, KPK telah menetapkan Eko Susilo Hadi, Dirut PT Merial Esa (ME)Fahmi Dharmawansyah, dan dua anak buahnya Hardy Stefanus, dan M Adami Okta dalam kasus yang bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (14/12) ini. Eko diduga menerima uang sebesar Rp 2 miliar dari Fahmi melalui Hardy dan Adami untuk menggarap proyek satelit monitor. Diduga, uang itu merupakan bagian dari commitmen fee sebesar 7,5 persen dari total nilai proyek satelit monitor sekitar Rp 200 miliar. Suap ini diberikan lantaran Eko merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) proyek yang didanai APBNP 2016 tersebut.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Eko dijerat dengan Pasal Pasal 12 Ayat (1) huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, Hardy Stefanus, M Adami Okta dan Fahmi Dharmansyah yang menjadi tersangka pemberi suap disangkakan melanggar Pasal Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain empat tersangka yang ditetapkan KPK, Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI yang juga mengusut kasus ini sudah menetapkan Direktur Data dan Informasi Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Pertama (Laksma) Bambang Udoyo sebagai tersangka. Tak hanya itu, Puspom TNI pun menyita barang bukti berupa uang sebesar SGD80 ribu dan USD15 ribu saat menggeledah kediaman Bambang yang juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pengadaan satelit monitor di Bakamla.*** Any Christmiaty.